Mimpi Kecil yang Tergilas Roda Kota: Kisah Kita Semua dalam ‘A Copy of My Mind’

Movie, Opini, Seni95 Dilihat

BA – Bayangkan kamu tinggal di sebuah kamar kost sempit di Jakarta. Satu-satunya hiburanmu setelah seharian kerja adalah nonton film di TV kecil dengan DVD player bekas. Begitulah keseharian Sari, tokoh utama dalam film “A Copy of My Mind” yang diperankan Tara Basro. Kisahnya mungkin tidak jauh berbeda dengan ribuan anak muda urban lainnya – mereka yang datang ke Jakarta dengan segunung mimpi, tapi harus puas dengan remah-remah kehidupan kota.

Ketika Nonton Film aja Jadi Kemewahan

Coba deh kita renungkan sejenak. Di zaman sekarang, nonton film harusnya jadi hiburan yang gampang dan murah kan? Tapi film ini menggambarkan dengan getir bagaimana hal sesederhana ini aja masih jadi privilege:

  • Sari cuma bisa nonton DVD bajakan, sementara tahanan koruptor malah punya home theater
  • Dia kerja di salon, ngerawat orang-orang yang bisa dengan gampang nonton di bioskop kapan aja
  • Duitnya habis buat kebutuhan sehari-hari, padahal mimpinya cuma pengen nonton film dengan layak

Ini bukan cuma soal film atau hiburan. Ini potret tentang bagaimana hal-hal kecil yang kita anggap biasa bisa jadi kemewahan buat sebagian orang.

Cinta yang Keburu Hilang

Kisah cinta Sari dan Alex (Chicco Jerikho) bikin hati kita mencelos. Mereka ketemu gara-gara subtitle film bajakan – hal yang mungkin cuma bisa terjadi di Jakarta. Cinta mereka tumbuh di tengah kesederhanaan:

  • Nongkrong di warung kopi pinggir jalan
  • Ngobrol sambil nonton DVD bajakan
  • Berbagi mimpi di balkon sempit apartemen murah

Tapi Jakarta punya cara sendiri buat menghancurkan cinta yang tulus. Satu kesalahan kecil – nyolong DVD dari tahanan – dan hidup mereka langsung hancur berkeping-keping. Ironis banget kan? Mereka yang nyolong triliunan malah hidup enak di penjara, sementara yang nyolong DVD bisa kehilangan nyawa.

Potret Perempuan Urban yang Terhimpit

Sari bukan cuma sekedar tokoh fiksi. Dia adalah representasi ribuan perempuan muda di Jakarta:

  • Kerja di salon dengan gaji pas-pasan
  • Tinggal di kost sempit yang sewanya makin mahal tiap tahun
  • Punya mimpi sederhana tapi susah banget buat diraih
  • Harus ngadepin pelecehan dan ketidakadilan dengan diam

Film ini dengan jujur nunjukin gimana perempuan urban sering jadi korban ganda:

  1. Sebagai pekerja kelas bawah yang terhimpit sistem
  2. Sebagai perempuan yang rentan sama kekerasan dan ketidakadilan
  3. Sebagai manusia yang mimpi-mimpinya dianggap nggak penting

Jakarta: Kota yang Makan Anak Mudanya Sendiri

Joko Anwar dengan cerdas menggambarkan Jakarta sebagai kota yang paradoks:

  • Mal-mal mewah bersebelahan sama kampung kumuh
  • Tahanan koruptor hidup lebih enak dari pekerja jujur
  • Mimpi sederhana anak muda terasa begitu mahal
  • Cinta bisa hilang gara-gara sistem yang nggak adil

Yang bikin film ini makin nyelekit adalah betapa relatablenya cerita ini sama kehidupan sehari-hari:

  • Berapa banyak anak muda yang harus kerja extra hard cuma buat hidup pas-pasan?
  • Berapa banyak mimpi sederhana yang harus dikubur karena tuntutan survive di kota besar?
  • Berapa banyak cinta yang harus kandas karena tekanan ekonomi?

Sistem yang Menghancurkan Kemanusiaan

Film ini nunjukin dengan telak gimana sistem di kota besar bisa menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan paling dasar:

  • Orang hilang bisa jadi cuma statistik
  • Nyawa manusia punya harga yang berbeda-beda
  • Keadilan cuma jadi barang mewah
  • Cinta dan mimpi kalah sama kekuasaan

Yang bikin makin miris, ini semua digambarkan tanpa melodrama berlebihan. Semuanya mengalir natural, seolah memang begitulah adanya kehidupan di Jakarta.

Akhir yang Bikin Kita Mikir

Ending film yang abu-abu – dengan Sari yang kadang sendirian, kadang sama Alex – bukan cuma soal artsy. Ini gambaran nyata tentang:

  • Trauma yang nggak bisa diungkapin
  • Realitas yang kadang terlalu pahit buat dihadapi
  • Sistem yang bikin korban harus terima nasibnya dalam diam
  • Kehidupan yang harus tetep jalan meski dengan luka menganga

Pelajaran buat Kita Semua

“A Copy of My Mind” bukan cuma film. Dia cermin yang memantulkan wajah kita sendiri sebagai masyarakat urban:

  • Seberapa sering kita mengabaikan nasib orang-orang seperti Sari?
  • Seberapa normal kita menganggap ketidakadilan yang terjadi sehari-hari?
  • Seberapa mudah kita melupakan mereka yang hilang ditelan sistem?

Film ini ngingetin kita bahwa di balik gemerlap Jakarta, ada ribuan Sari dan Alex yang mimpi-mimpi sederhananya tergilas roda kota. Mereka yang cintanya harus kandas, yang hidupnya dianggep nggak penting, yang suaranya nggak pernah didengar.

Penutup

Di tengah banjir film-film yang cuma nyajiin romansa dan glamor Jakarta, “A Copy of My Mind” berani tampil beda. Film ini adalah tamparan keras buat kita semua – tentang bagaimana kita udah terlalu biasa sama ketidakadilan, terlalu cuek sama penderitaan orang lain, dan terlalu gampang melupakan nilai-nilai kemanusiaan.

Mungkin itulah yang bikin film ini tetep relevan sampai sekarang. Karena sayangnya, kisah Sari dan Alex bukan cuma fiksi. Ini adalah kisah nyata yang masih terus berulang di sudut-sudut Jakarta, di hidup ribuan anak muda yang mimpi-mimpinya perlahan mati di tengah hiruk pikuk ibu kota.

Source : Wikipedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *