Hari Migran Internasional

News645 Dilihat

BILIKANALOGI.WEB.ID – Dalam rangka Hari Migran Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2023, Komnas Perempuan menyerukan untuk menyoroti tanggung jawab negara dalam mencegah, melindungi, menginvestigasi, mengadili, menghukum, dan memulihkan kekerasan terhadap perempuan, termasuk memastikan nilai kesetaraan gender dan hak asasi manusia bagi pekerja migran Indonesia.

Komisioner Satyawanti Mashudi menekankan bahwa UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja MigranPelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) disahkan untuk mengelola migrasi pekerja migran dengan lebih baik dan untuk melindungi hak-hak calon pekerja migran (PMI/PMI) dan PMI serta keluarganya dengan lebih baik. UU PPMI dilandasi pemikiran bahwa tenaga kerja adalah hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin agar PMI dapat melaksanakan hak-haknya dan terlindungi dari perdagangan orang, termasuk perbudakan dan kerja paksa, menjadi korban tindak kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas martabat manusia, dan perlakuan lain yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Komisioner Tiasri Wiandani mengatakan bahwa laporan tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) telah mengidentifikasi kasus-kasus pelanggaran HAM, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender lainnya di kalangan pekerja migran perempuan hingga tahun 2021, meskipun UU PPMI telah disahkan. CATAHU menemukan bahwa pelanggaran terkait migrasi dan kekerasan terhadap pekerja migran perempuan masih terus terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, psikis dan seksual (termasuk pelecehan seksual, pemerkosaan dan pelacuran paksa), perdagangan orang, jeratan utang, ancaman dan pemerasan, pelanggaran hak atas informasi, manipulasi dokumen dan penahanan dokumen, mulai dari proses perekrutan hingga kepulangan. Terdapat indikasi praktik penyiksaan terhadap perempuan migran selama proses penempatan PMI di tempat penampungan PMI/PPMI.

Mengingat Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT) melalui UU No. 5 Tahun 1998, hal ini sangat memprihatinkan. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyiksaan juga termaktub dalam beberapa kerangka hukum di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Komnas Perempuan melakukan pemantauan terhadap praktik-praktik penerimaan PMI selama proses mediasi pada tahun 2022. Pemantauan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti mengenai bentuk dan pola pelanggaran HAM, perlakuan buruk dan kekerasan berbasis gender (KBG) yang dialami perempuan PMI di penampungan PMI, termasuk upaya-upaya pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap perempuan PMI di penampungan.

“Pemantauan ini memberikan rekomendasi bagi upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM, penganiayaan dan kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan CPMI di penampungan, dalam kerangka kerja yang responsif HAM dan gender, antara lain pemantauan intensif oleh pemerintah terhadap pelaksanaan pelatihan dan praktik-praktik penampungan CPMI, termasuk pengenaan sanksi yang tegas bagi pelanggaran sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintah juga harus memastikan adanya SOP/pedoman/aturan internal pencegahan kekerasan seksual yang sejalan dengan UU P-KS No. 12 Tahun 2022 dan Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja,” ujar Komisioner Satyawanti Mashudi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *