Bandung, Bilikanalogi.web.id – Program sasikirana sudah berlangsung sejak tahun 2015. Program ini dilakukan dengan merekrut setidaknya 100 pelaku muda seni pertunjukan khususnya bidang tari.
Kegiatan yang berlangsung di NuArt Sculpture Park, Bandung. NuArt Sculpture Park menjadi sebuah inisiatif untuk mengembangkan pemikiran seni kontemporer dengan menggunakan media seni tari.
Dilansir dari laman indonesia kata, bahwa peserta serta sukarelawan sasikirana dance camp menjalani dasar program berupa latihan/training, pengayaan skill, pembentukan jaringan, dan bertambahnya wawasan berkesenian secara keseluruhan.
Tentunya, setelah program ini dilaksanakan, jaringan para alumni SDC semakin terlihat jejak langkahnya. Para alumni terus bergerak mendorong kemampuannya, berkarya dengan kapasitasnya masing-masing, serta melebarkan sayap jaringan sambil menjaga jaringan sebelumnya yang telah terbentuk.
Dalam perkembangannya, alumni SDC tidak hanya berkonsentrasi pada unsur kepenarian saja, namun juga mulai terlihat di berbagai potensi lainnya yang melengkapi infrastruktur seni pertunjukan seperti para produser muda, penulis, pelaku manajemen seni, pengajar, arsiparis, serta lainnya.
Setelah tiga kali penyelenggaraan program, jaringan para alumni SDC tidak pernah padam bahkan semakin kuat dan semakin terlihat jejak langkahnya. Para alumni terus bergerak mendorong kemampuannya, berkarya dengan kapasitasnya masing-masing, melebarkan sayap jaringan sambil terus menjaga jaringan yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua alumni SDC berkonsentrasi pada unsur kepenarian saja, namun mulai terlihat berbagai potensi yang melengkapi infrastruktur di medan sosial seni pertunjukan, antara lain munculnya para produser muda, penulis, pelaku manajemen seni, pengajar, arsiparis, dan lainnya.
Dengan semangat juang, di tahun 2024 ini SDC mengepakkan sayapnya kembali dengan mengadakan program “Kemah Tari Sasikirana”. Kemah Tari Sasikirana 2024, sebuah program inkubasi penari dari seluruh penjuru Indonesia yang diprakarsai oleh Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp didukung oleh Kemendikbudristek RI, LPDP, bekerja sama dengan Goethe Institut Indonesien, dan Institut Francais Indonesia.
Siapa aja nih pesertanya ? Yuk Intip!
Peserta Kemah Tari Sasikirana Tahun 2024
- Rezaldi Pipii (Limboto, Gorontalo)
- Rezky Gustian Asra (Batam, Kepulauan Riau)
- Ryna Arum Larasati Suripto (Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur)
- Shafira Emeralda (Bangka, Bangka Belitung)
- Tamara Agustina Hurulean (Ambon, Maluku)
- Vicky Cahya Ramadan (Sumbawa, NTB)
- Wise Azizah (Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi)
- Frans Junias Jugganza (Jayapura, Papua)
- I Kadek Adi GUnawan (Klungkung, Bali)
- I Putu Rai Dhira Aditya (Klungkung, Bali)
- Lia Farida (Medan, Sumatera Utara)
- Mentari Fahreza (Kab. Lima Puluh Kota, Sumatera Barat)
- Ni Made Sri Wulan Devi (Kota Palu, Sulawesi Tengah)
- Nur Sekreningsih Marsan (Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Selatan)
- Ahmad Susantri (Liwa, Lampung)
- Ambawani Gelar (Gresik, Jawa Timur)
- Andrea Paramita Korompis (Tangerang Selatan, Banten)
- Angeline Azhar (Kab. Bogor, Jawa Barat)
- Bhaskoro Wira (Kota Bogor, Jawa Barat)
- Fitrya Ali Imran (Bone, Sulawesi Selatan)
Mentor Kemah Tari Sasikirana
- Pascal Merighi
Dilansir dari laman Sasikirana.dc, Ia pernah belajar di Rosella Hightowe di Cannes dan setelah bekerja dengan Tanz Forum Koln milik Jochen Ulrich, Pascal Merighi bergabung dengan Tanztheater Wuppertal Pina Bausch pada tahun 1999 dan telah bekerja dengan kelompok tersebut sebagai seniman tamu sejak 2008.
Selain karir menarinya, ia bekerja di berbagai pertunjukan sebagai aktor dan koreografer. Di Ruhtriennale, dia mengarahkan dan membuat koreografi (squat) yang ditugaskan oleh festival MELEZ 2010.
Pada tahun 2012 dan 2013, Ia ikut membuat koreografi “Compass” dan “Riot Off Spring” untuk Departemen Kreatif Sadler’s Wells, baru-baru ini dengan Fabien Prioville Dance Company, ia juga ikur membuat koreografi dan menampilkan pas de deux “Experiment on Chatting Bodies” serta “The Smartphone Project” yang diproduksi bersama dengan Tanzhaus NRW) dan menciptakan Wagner’s Tannhauser, sebuah opera yang disutradarai oleh Burkhard C. Kosminski untuk Deutsche Oper am Rhein di Dusseldorf.
Pada bulan April 2014 Pascal bersama Guesh Parry, Pier Lamande, dan Thierry Thieu Niang, dengan teks oleh penulis dan seniman konseptual Leve’ (1965-2007);
- Joned Suryatmoko
Seorang sneiman/penulis yang tertarik dengan isu hidup keseharian untuk melihat kemungkinan artistik dan politik baru; baik terkait ruang, identitas, komunitas dan tubuh sendiri. Riset dan praktik artistiknya kini berkisar antara isu kewarganegaraan (citezenship) dan queer studies / performance.
Sejak 1997 sebelum ia berkeliling, ia bekerja dalam Teater Gzrdanala yang dulunya berbasis di Yogyakarta. Joned menjadi fasilitator untuk sejumlah forum tari dan koreografi seperti Workshop Riset Artistik Indonesia Dance Festival (IDF) 2014, Artistic Develompment Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta/DKJ (2020-2022), Temu Tari Indonesia Bertutur (inTur) di Bali (2022) dan Riau (2023). Ia juga menjadi Project Coordinator untuk Southeast Asia Choreographer Network/SEACN Yayasan Kelola-Asian Cultural Council (2020).
Bekerja sebagai Direktur Konferensi Pertunjukan dan Teater Indonesia, Ia juga merupakan kandidat doktor di Theatre and Performance Program, The Graduate Center – Ciry University of New York (CUNY) serta Asian Cultural Council (ACC) Gradute Fellow (2016, 2018-2022).
Dua Tahun terakhir ia menjadi salah satu Humanities Alliance Fellow di CUNY dan Bekerja untuk Guttman College NYC. Ia tinggal antara New York City, Yogyakarta, dan Jakarta.
- Thusnelda Mercy
Ia lahir di Marseille pada tahun 1977, dan dibersarkan di Wuppertal. Setelah bekerja sebagai penari dan aktris di Theater der Klange di Dusseldorf, Jerman, ia melanjurkan studi tari di Folkwang Universitat of Arts di Essen, Jerman. Ia juga bekerja dalam koregrafinya sebagai penari dan sebagai asisten.
Ia diperkenalkan pada karya Juan Kruz de Garaio Esnaola ketika kuliah, kemudian bekerja sebagai Asistennya dan diajak ke Berlin (2002). Ia berkolaborasi dengan koreografer Jerman Sasha Waltz dalam penciptaan NoBODY dan lanjut bekerja dengannya sebagai penari tamu sejak saat itu. Mulai tahun 2001, ia menari di Rite of Spring karya Pina Bausch dan pada tahun 2003 bergabung dengan Tanztheater Wuppertal menarikan karya repertoar mereka serta berpartisipasi dalam banyak karya.
Bersama Pascal Merighi, Thusnelda mendirikan Tanz Station – Barmer Bahnhof untuk pengembangan workshop tari dan inisiatif gagasan bagi seniman-seniman yang ingin mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan artistik baru.