Maraknya Penyalahgunaan Tindak Pidana Narkotika di Kalangan Remaja: Ancaman Nyata di Balik Gaya Hidup Digital

The Rise of Narcotics Crime Among Teenagers: A Real Threat Behind the Digital Lifestyle

BA – Indonesia saat ini tidak hanya sedang berjibaku dengan berbagai persoalan ekonomi dan politik, tetapi juga menghadapi krisis diam-diam yang menyasar kelompok paling rentan dalam struktur sosial: remaja. Di balik wajah-wajah ceria generasi muda yang mendominasi media sosial, terselip kenyataan pahit tentang peningkatan penyalahgunaan narkotika yang semakin masif dan mengkhawatirkan.

Realita yang Tak Bisa Diabaikan

Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa pada tahun 2023, terdapat sekitar 3,3 juta penduduk Indonesia yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dengan persentase tertinggi berada pada kelompok usia 15–24 tahun. Artinya, remaja dan dewasa awal menyumbang mayoritas pengguna aktif narkotika di Indonesia.

Yang lebih mengkhawatirkan, survei dari Kementerian Kesehatan dan LIPI menunjukkan bahwa 2 dari 5 remaja yang terlibat narkoba memulai dari rasa penasaran atau ajakan teman dekat, bukan karena latar belakang ekonomi atau pendidikan. Ini mengonfirmasi bahwa narkotika bukan hanya ancaman bagi “mereka yang bermasalah”, tapi bisa menjangkiti siapa saja—termasuk siswa berprestasi sekalipun.

Di Balik Motif: Kenapa Remaja?

Ada beberapa faktor yang membuat remaja menjadi target paling empuk dalam peredaran dan penyalahgunaan narkotika:

  1. Fase pencarian identitas: Remaja sedang dalam masa transisi, mereka butuh pengakuan, penerimaan, dan seringkali melakukan eksperimen terhadap hal-hal baru.
  2. Tekanan sosial dan mental: Tuntutan akademik, tekanan dari orang tua, masalah percintaan, hingga pencitraan diri di media sosial dapat menjadi pemicu stress yang berujung pada pelarian ke narkoba.
  3. Lingkungan yang permisif: Adanya normalisasi gaya hidup hedonis di media digital, serta sosok publik figur yang pernah terlibat narkoba namun tetap dielu-elukan, semakin membuat narkoba terlihat “biasa saja”.

Tragisnya, narasi “santai aja, cuma coba-coba” atau “buat happy aja kok” justru menjadi celah masuk narkoba dalam bentuk yang lebih halus—mulai dari edibles, obat penenang ilegal, hingga party drugs yang dikemas menyerupai permen atau minuman ringan.

Modus Baru di Era Digital

Tak lagi melalui jalur gelap atau transaksi mencurigakan, peredaran narkotika kini bertransformasi melalui platform digital. Media sosial, aplikasi chatting, bahkan forum daring digunakan untuk memasarkan, memesan, dan mendistribusikan narkoba.

BNN menyatakan bahwa selama 2022–2023, ditemukan lebih dari 500 kasus peredaran narkoba melalui media sosial, dengan sandi tertentu seperti “kue ulang tahun”, “minuman bahagia”, hingga “vitamin malam”. Para pelaku menggunakan jasa ojek online untuk sistem antar tempel, dan identitas disamarkan semaksimal mungkin.

Ini menjadi tantangan besar, karena pendekatan penegakan hukum harus beradaptasi dengan teknologi, dan pengawasan orang tua maupun sekolah tidak lagi cukup dengan hanya “melihat pergaulan secara langsung”.

Sudut Pandang Hukum: Tegas Namun Humanis

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tegas mengatur hukuman bagi setiap penyalahguna, pengedar, maupun pemilik narkotika. Dalam Pasal 111 dan Pasal 112, disebutkan bahwa:

Setiap orang yang menanam, memproduksi, mengedarkan, atau memiliki narkotika golongan I dapat dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup, serta denda mencapai Rp10 miliar.

Namun, dalam konteks remaja atau anak di bawah umur, penegakan hukum diarahkan pada pendekatan diversi dan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam:

  • UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan
  • UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Artinya, anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika tidak serta merta harus dipenjara, melainkan diberikan pemulihan, edukasi, dan pengawasan intensif agar tidak kembali terjerumus.

Strategi Pencegahan: Dari Reaktif ke Preventif

Menghadapi fenomena ini, solusi tidak bisa semata diserahkan kepada aparat. Butuh keterlibatan lintas sektor: keluarga, sekolah, komunitas, hingga media digital. Berikut beberapa langkah strategis yang bisa diambil:

  1. Edukasi preventif sejak dini: Bukan sekadar “jangan pakai narkoba”, tapi juga menjelaskan kenapa dan bagaimana narkoba merusak hidup dalam bahasa yang relatable.
  2. Kampanye digital yang positif dan kreatif: Gunakan influencer, kreator konten, dan figur remaja untuk menyebarkan pesan anti-narkoba yang gaul, bukan menggurui.
  3. Rehabilitasi berbasis komunitas: Bentuk ruang aman bagi remaja yang sudah terlanjur terjerumus, agar mereka bisa pulih dan kembali produktif tanpa stigma.
  4. Pendidikan karakter dan kesehatan mental: Dorong sekolah untuk tidak hanya fokus akademik, tapi juga pembentukan nilai hidup dan penguatan mental siswa.

Refleksi Akhir: Kita Mau ke Mana?

Jika remaja adalah generasi penerus bangsa, maka kondisi mereka hari ini adalah potret masa depan kita. Meroketnya penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga refleksi dari nilai yang kita tanamkan sebagai masyarakat.

Apakah kita ingin membiarkan generasi ini tumbuh dalam pusaran candu, atau kita berani membangun sistem yang benar-benar peduli?

Karena pada akhirnya, perang melawan narkoba bukan hanya soal penangkapan, tapi juga soal penyelamatan. Dan menyelamatkan satu jiwa muda, berarti menyelamatkan ribuan potensi perubahan bagi Indonesia.

Referensi

  1. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2023). Laporan Tahunan BNN 2023. Jakarta: BNN RI. Diakses dari https://bnn.go.id
  2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia & LIPI. (2022). Survei Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja dan Mahasiswa. Jakarta: Kemenkes RI.
  3. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143. Jakarta: Sekretariat Negara.
  4. Republik Indonesia. (2012). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153. Jakarta: Sekretariat Negara.
  5. Republik Indonesia. (2002). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta: Sekretariat Negara.
  6. CNN Indonesia. (2023). BNN: Remaja Jadi Sasaran Empuk Peredaran Narkoba Melalui Media Sosial. Diakses dari: https://www.cnnindonesia.com
  7. Kompas.com. (2023). Peredaran Narkoba Melalui Media Sosial Semakin Marak, BNN Minta Perhatian Keluarga. Diakses dari: https://www.kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *