Natal “Day of the Year 2025” Sekolah Bina Mitra Wahana: Menghidupkan Terang, Merawat Toleransi

Pendidikan14 Dilihat

PEKANBARU, (BA) — Suasana hangat dan penuh sukacita menyelimuti Royal Hall Senapelan Plaza lantai 8, Pekanbaru, saat SMP–SMA–SMK Bina Mitra Wahana menggelar Perayaan Natal 2025 pada Senin, 15 Desember 2025. Acara yang berlangsung pukul 10.00–13.00 WIB ini mengusung tema “Menjadi Terang Dalam Kegelapan” yang diambil dari Matius 5:14–16, serta dihadiri oleh Bapak Pendeta Sugianto (Sugiyanto).

Ketua panitia, Ester Martina Manurung, S.Pd.K, menyampaikan rasa syukur atas kelancaran kegiatan. “Perayaan hari ini berjalan lancar karena pertolongan Tuhan. Melalui tema Menjadi Terang dalam Kegelapan, kami rindu semua—termasuk siswa-siswi Bina Mitra Wahana—menjadi terang di keluarga, komunitas, dan sekolah,” ujarnya.

Ketua Panitia : Ester Martina Manurung, S.Pd.K

Pesan Utama: Terang yang Nyata di Tengah Kehidupan

Dalam khotbah bertema Matius 5:14–16, inti pesan yang ditekankan adalah panggilan setiap orang percaya untuk menjadi terang—bukan sekadar dalam kata-kata, melainkan lewat sikap, keputusan, dan tindakan nyata di lingkungan terdekat.

Panitia menegaskan bahwa pesan itu diarahkan agar para siswa mampu menghadirkan dampak positif: membangun, menguatkan, dan membawa pengharapan di tengah tantangan atau “kegelapan” yang bisa muncul di rumah, pergaulan, maupun di sekolah.

Hesel – Siswa kelas XII SMA Bina Mitra Wahana

Panggung Kreativitas: Tarian, Pujian, dan Drama yang Memuliakan Tuhan

Perayaan Natal tahun ini juga menjadi ruang ekspresi siswa. Beragam penampilan ditampilkan, mulai dari tarian rohani, puji-pujian, drama singkat, hingga sesi hiburan dan kebersamaan. Panitia menyebut penampilan-penampilan ini dipersiapkan sebagai bentuk ungkapan syukur dan sukacita Natal.

Salah satu siswa, Hesel (Kelas XII SMA Bina Mitra Wahana), mengaku antusias mengikuti perayaan. Ia menilai acara terasa meriah karena siswa dapat mengekspresikan diri melalui tarian dan nyanyian. Ia juga bercerita pernah tampil bernyanyi bersama teman-teman yang berbeda agama, dan baginya pengalaman itu memperkuat makna persahabatan.

Daniel Panggabean – Siswa Kelas XI SMA Bina Mitra Wahana

Toleransi yang Terlihat: “Damai, Menyenangkan, dan Banyak Kawan”

Di tengah rangkaian Natal, nilai toleransi turut menjadi sorotan. Dalam wawancara, siswa Daniel Panggabean (Kelas XI) menyampaikan bahwa budaya toleransi di sekolahnya terasa kuat karena berbagai elemen sekolah ikut terlibat dalam kegiatan besar, tidak terbatas pada satu kelompok saja.

Daniel juga membagikan pengalaman berkesan saat ia menjadi panitia Imlek, membantu teman-temannya merayakan. Menurutnya, keberagaman di sekolah bukan hambatan, justru membuat siswa terbiasa berbaur tanpa jarak.

Hesel merangkum budaya itu dengan kalimat yang sederhana namun kuat: toleransi membuat hidup lebih damai, lebih menyenangkan, dan memperluas pertemanan.

Suara Orang Tua: Anak Jadi Lebih Menghargai di Rumah

Dukungan terhadap kegiatan lintas agama juga datang dari orang tua siswa. Eva Siregar, orang tua Daniel, menilai program perayaan keagamaan di sekolah berdampak baik bagi sikap anak di rumah.

Menurutnya, ketika anak mengenal keberagaman agama sejak dini, mereka lebih mudah belajar menghargai dan tidak merasa asing terhadap perbedaan. Ia juga menyebut kegiatan seperti ini membuat relasi antarsiswa semakin dipenuhi semangat saling mengasihi dan bersatu. Ke depan, ia berharap pengenalan terhadap berbagai agama bisa terus diperluas agar anak tidak “buta” terhadap keragaman yang ada di Indonesia.

Febrina Olifia, S.Pd., Gr (Kepala Sekolah SMP – SMA Bina Mitra Wahana)

Kebijakan Sekolah: Hak Beragama Dijaga, Ritual Tidak Dipaksakan

Kepala Sekolah SMP–SMA Bina Mitra Wahana, Febrina Olifia, S.Pd., Gr, menjelaskan bahwa sekolah memastikan setiap siswa tetap merasa aman dan dihargai dalam keyakinannya. Sekolah memfasilitasi pembelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti sesuai agama masing-masing, diajarkan oleh guru yang kompeten. Ia menyampaikan bahwa di sekolah terdapat peserta didik dari beberapa agama, dan sekolah berupaya memfasilitasi secara adil.

Dalam perayaan hari besar, sekolah menekankan prinsip penting: kebersamaan iya, pemaksaan ritual tidak. Saat Natal, siswa non-Kristen tidak diwajibkan mengikuti liturgi ibadah, namun tetap mengikuti perayaan secara umum. Hal serupa diterapkan pada kegiatan buka puasa bersama saat momen keislaman, serta perayaan Waisak dan kegiatan Katina dalam tradisi Buddha—semuanya mengedepankan kebersamaan dan saling menghormati.

Ia menegaskan tujuan besarnya adalah menanamkan nilai “unity in diversity” serta membangun karakter siswa agar tidak mudah terjebak sikap eksklusif, perundungan, atau prasangka. “Ini bukan formalitas, tapi harus menjadi gaya hidup: saling menghargai, saling mendukung, dan saling berbagi,” tegasnya.

Rangkaian Acara Singkat: Dari Penyalaan Lilin hingga Tukar Kado

Acara dimulai sejak 09.55 WIB dengan sambutan, doa pembuka, dan pembukaan oleh tamborin. Berlanjut dengan pujian penyembahan, liturgi, tarian siswa, drama singkat, hingga momen penyalaan lilin yang melibatkan beberapa perwakilan (pembicara, yayasan, kepala sekolah, ketua panitia, guru, serta OSIS SMP dan SMA).

Sesi utama Firman Tuhan berlangsung sekitar 35 menit, dilanjutkan persembahan, doa syafaat, doa berkat, dan penampilan hiburan. Setelah itu, panggung kembali diisi tarian dan pujian dari berbagai kelas serta guru-guru, sebelum ditutup dengan tukar kado dan foto bersama.

Perayaan Natal 2025 di Bina Mitra Wahana tidak hanya menjadi panggung sukacita dan kreativitas siswa, tetapi juga menegaskan satu pesan yang ingin terus dinyalakan: terang yang sesungguhnya terlihat dari cara kita memperlakukan sesama. Di tengah keberagaman, sekolah meneguhkan bahwa kebersamaan bisa dirawat tanpa meniadakan keyakinan—dan toleransi dapat tumbuh menjadi kebiasaan, bukan sekadar acara tahunan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *