Prodi Seni Teater ISBI Aceh Putar Film Dokumenter “The Tsunami Song”: Menjembatani Data, Ilmu, dan Seni

Jantho, Aceh Besar — 7 Oktober 2025.

Budaya19 Dilihat

Aceh, (BA) – Program Studi Seni Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menggelar pemutaran film dan diskusi publik bertema “Film Dokumenter: Menjembatani Data, Ilmu, dan Seni” di Auditorium Kampus ISBI Aceh, Kota Jantho. Kegiatan ini diikuti oleh dosen, mahasiswa, serta siswa dari SMAN 1 Jantho dan SMKN Jantho sebagai bagian dari upaya memperkuat literasi film di kalangan generasi muda.

Film Dokumenter Pemenang FFD 2005

Film yang diputar berjudul “The Tsunami Song”, karya dokumenter yang menyoroti perjalanan dua seniman Aceh dalam menelusuri kondisi kesenian tradisi setelah bencana tsunami 2004. Film ini menggambarkan bagaimana para pelaku seni Ratoh Taloe, Daboh, dan Dikee bertahan di tengah kehilangan, serta bagaimana regenerasi dan revitalisasi dilakukan melalui eksperimen kolaboratif antara musik etnik dan techno.

Disutradarai oleh Maulana Akbar (Layarkaca Intervision), film ini ditulis oleh Nezar Patria—kini menjabat Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi RI). Penggarapan visual dilakukan oleh (Alm.) Agung Abriasto, dengan tata suara oleh Mangkil Hasan dan editing oleh Teuku Afeed (Teuku Afifuddin), yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Aceh sekaligus Dosen ISBI Aceh.
film ini meraih Penghargaan Film Dokumenter Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2005.

Diskusi Bersama Praktisi Nasional

Kegiatan diskusi menghadirkan dua pembicara nasional: Nur Raihan Lubis, documentary filmmaker dan praktisi komunikasi, serta Hendra Fahrizal, penulis skenario film asal Aceh dan pendiri Global Inovasi Media.

Nur Raihan Lubis, yang juga dikenal melalui film Children of Tsunami (2005) dan Tsunami: Race Against Time (2024), menekankan pentingnya riset sebagai fondasi utama dalam pembuatan film dokumenter.

“Kekuatan film dokumenter terletak pada riset. Banyak ide tentang seni dan budaya yang bisa digarap menjadi film dokumenter. ISBI Aceh memiliki potensi besar untuk melahirkan generasi baru pembuat film dokumenter di Aceh,” ungkap Raihan.

Ia juga menambahkan bahwa The Tsunami Song memiliki posisi penting dalam sejarah perfilman dokumenter di Aceh.

“The Tsunami Song adalah salah satu film dokumenter penting karena menjadi karya yang dapat merawat ingatan kolektif tentang bencana terbesar yang pernah terjadi di Aceh. Film ini juga berhasil merekam daya ketahanan masyarakat Aceh pascabencana dan upaya mereka untuk tetap melestarikan nilai-nilai budaya Aceh,” ujar Raihan Lubis.

Sementara itu, Hendra Fahrizal—yang juga anggota Script Laboratory di Jakarta dan penulis naskah bersertifikat BNSP—menilai bahwa The Tsunami Song menghadirkan sudut pandang baru terhadap bencana tsunami.

“Film ini menarik karena mengangkat sisi lain dari tragedi tsunami. Bahwa kerusakan bukan hanya pada bangunan dan nyawa manusia, tetapi juga pada warisan budaya yang seharusnya dijaga,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pemutaran film di Jantho menjadi langkah penting dalam memperluas literasi dokumenter hingga ke masyarakat di luar Banda Aceh.

Suara dari Generasi Muda

Kegiatan ini turut mendapat tanggapan positif dari mahasiswa dan peserta. Fajri Tomi, mahasiswa Prodi Seni Teater, mengaku tersentuh oleh film tersebut.

“Sebagai penyintas tsunami, film ini membangkitkan semangat untuk bangkit dari keterpurukan. Sayangnya, saya baru menyaksikan film ini sekarang,” katanya.

Sementara Nuga, mahasiswa lainnya, menilai film ini memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya menjaga kesenian sebagai bagian dari peradaban.

“Film ini memberi pesan bahwa ketika bencana datang, yang hancur bukan hanya bangunan, tapi juga kebudayaan yang bisa hilang bersama para pelakunya,” ujarnya.

Seni sebagai Ruang Pembelajaran

Koordinator Program Studi Seni Teater ISBI Aceh menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari sistem pembelajaran Outcome-Based Education (OBE) yang diterapkan di kampus seni tersebut.

“Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga melalui pengalaman langsung bersama para praktisi. Selain pemutaran film, kami juga menyiapkan kelas bersama praktisi dan Workshop Tata Kelola Seni bertaraf Internasional,” ungkapnya.

Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi ruang penting bagi mahasiswa untuk memahami bagaimana seni, ilmu, dan data dapat berkelindan melalui medium film dokumenter. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya wawasan artistik, tetapi juga memperkuat kesadaran riset dan etika produksi dalam dunia seni pertunjukan.

Film Sebagai Ingatan Kolektif

Pemutaran film The Tsunami Song di ISBI Aceh menjadi momentum reflektif bagi publik Aceh. Melalui film, peserta diajak untuk melihat bahwa seni tidak sekadar hiburan, tetapi juga dokumen sosial dan ingatan kolektif tentang peristiwa kemanusiaan.

ISBI Aceh, sebagai satu-satunya perguruan tinggi seni negeri di provinsi ini, terus memperkuat perannya sebagai pusat pendidikan dan riset budaya dengan menghubungkan pengetahuan lokal, praktik seni, dan kajian akademik.

Kegiatan ini diharapkan menjadi agenda rutin yang menginspirasi generasi muda Aceh untuk terus berkarya melalui film dokumenter berbasis riset dan nilai-nilai budaya lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *