BA – Dizaman era digitalisasi seperti saat ini, kata FOMO tidak lagi asing bagi generasinya, dari sejak akhir abad 20, dimulai dari tahun 1999 sampai memasuki tahun 2000 hingga saat ini, era digitalisasi sudah sangat berkembang, bahkan menjamah keberbagai bidang, hal ini tentu secara bertahap juga mengubah pola kehidupan manusianya mulai dari cara berinteraksi, bekerja hingga bertransaksi, dengan hadirnya era ini,tidak hanya teknologi yang berkembang namun secara psikologi manusianya juga banyak yang berubah. Salah satu halnya adalah timbulnya gejala FOMO.
Apa itu FOMO??, apakah ini penyakit??, atau sebuah kebiasaan??
Menurut buku FOMO by Patrick J Mcginnis menuliskanbahwa “Berkat konvergensi kekuatan biologis, budaya, dan digital, FOMO telah menjadi salah satu karakteristik penentu era digital. Survei menemukan bahwa 56% orang takut ketinggalan acara, berita, dan pembaruan status penting jika mereka tidak menggunakan jejaring sosial.
Mengingat hampir 2 miliar orang memiliki akun media sosial di seluruh dunia, itu berarti setidaknya ada 1 miliar Sapiens FOMO yang berkeliaran di planet ini. Saat ini, jika Anda mencari istilah tersebut di Google, Anda akan mendapatkan lebih dari 11 juta hasil!” .
FOMO biasanya berkaitan dengan postingan dan MEME pada sosial media. Hal ini berakibat serius bahkan menjadi subjek banyaknya penelitian oleh para psikolog dan dianggap sebagai penyebab dari : stress, kecemburuan, depresi, kegelisahan bahkan berujung pada tindakan perilaku online yang sembrono.
FOMO juga dapat keluar dari dunia online ke dunia nyata dengan cara menyakiti hubungan didunia nyata. Psychology Today melaporkan bahwa orang dengan gejala FOMO cenderung memiliki gangguan MOOD yang buruk, Kepercayaan diri yang rusak, serta merasa kesepian serta Kompleksitas rendah diri terhadap orang yang mereka anggap “sukses”.FOMO bermula sebagai respons terhadap meluasnya adopsi media sosial di era internet.
FOMO dan SOSIAL MEDIA adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan, hal ini didukung dengan meluasnya era internetpada saat ini, yang menimbulkan semakin banyaknya wadah yang dibuat untuk berinteraksi dalam sosial media itu sendiri.
Dari 3 hal ini, MANUSIA, SOSIAL MEDIA, dan FOMO. Ibarat menggambarkan fenomena SebabAkibat. Manusia adalah pengguna, media sosial pemicunya, serta fomo adalah hasil akhirnya. Jika kita tarik pertanyaan awal apakah FOMO ini berdampak buruk?, mungkin tidak juga, “jika” manusia yang sebagai penggunanya memiliki pola pikir yang matang, serta psikologis yang waras, hasil akhirnya mungkin akhirnya akan berbeda, tidak seperti kebanyakan kasus yang berhubungan dengan FOMO yang santer diberitakan seperti saat ini.
Namun jika kita artikan dengan baik dari FOMO ini (fear of missing out) bisa menjadi hal yang positif, dengan mengingat bahwa zaman bergerak dengan cepat, berputar dan berubah bahkan dalam hitungan detik. jika kita lihat cina, meraka ibarat hidup di tahun 2050, perkembangan teknologi, infrastruktur, digitalisasi, semuanya berkembang dengan pesat, sektor pertanian, pertambangan, perdagangan, mereka tata semuanya dengan memanfaatkan era digital dan kecanggihan teknologi yang saat ini sedang gencar digaungkan.
Dengan kecepatan perkembangan zaman seperti ini, bukankah FOMO ini menjadi solusi terbaik untuk selalu Update dengan kondisi terkini?.