Pertunjukan “The Last Sira”, Putra Aceh Jadi Aktor

Seni & Media128 Dilihat

Medan, BilikAnalogi.web. id Medan Perjalanan menelusuri jejak peradaban masyarakat Karo dalam proyek Tendi Karo Vulkano Sinematografi produksi Teater Rumah Mata Medan, bagi Rasyidin Wig Maroe putra Aceh yang saat ini menetap di Kabupaten Bireun. Dalam program riset mencari peradaban sejarah masyarakat Karo, bagi Rasyidin merupakan pengalaman yang sangat berharga.

Dalam perjalanan residensi menelusuri jejak kebudayaan Karo, putra Aceh yang juga sebagai pengajar seni teater di prodi Teater Institut Seni Budaya Indonesia Aceh menemukan referensi tentang identitas kebudayaan masyarakat Karo, yang telah jadi bahan materi diskusi selama 2 bulan terhitung dari bulan Mei 2024. Dalam pertemuan diskusi daring banyak membahas jejak penokohan guru Patipus sebagai pendiri Kota Medan.

Dari awal sejarah pendirian kota Medan ini seluruh tim 15 Seniman Residensi Indonesia memulai mempelajari tentang bagaimana peradaban masyakarat Karo, mulai mempelajari soal sosial, budaya, dan tentang potensi Ekowisata yang di miliki provinsi Sumatera Utara.

Proyek The Last Sira mulai diwujudkan. Awal mula penjelajahan riset keberadaan Identitas Karo melalui pilot proyek Tendi Karo Volcano Sinematografi dari Teater Rumah Mata Medan. Berlanjut di pertemuan tatap muka pada tanggal 20 Juli 2024.

Pertemuan luring pada tanggal 21 di Teater Rumah Mata menjadi pertemuan yang dinantikan oleh 15 Seniman Residensi Indonesia. Mereka adalah S. Metron Masdison (Padang), Syamsul Fajri(Lombok), Lestari (Yogyakarta), Rafika Ul Hidayati(Pekanbaru), Hananingsih Widhiasri (Wonogiri), Rasyidin Wig Maroe (Bireuen-Aceh). Selebihnya adalah seniman Karo dan daerah sekitar Sumatera Utara; Andi Parulian Hutagalung, Pusen Sinulingga, Christopher, Sri Sultan Suharto Saragih, Rahmat Setiawan, Priska Prisilia Br Bangun, Rudi Pranoto, dan Christopher Loise Sembiring.

Seniman Residensi Indonesia di Teater Rumah Mata Rasyidin Wig Maroe (Bireuen-Aceh).

baca juga Pingat Kejohanan Tari DKR 2024, Pemenang Kompetisi Di Dominasi Kota Pekanbaru

Semuanya merupakan seniman lintas disiplin; tradisi Karo, teater, musik, tari, art-visual, film serta rupa. Moment ini menjadi ruang pertama bagi 15 seniman residensi Indonesia dalam merefleksi materi yang telah dibahas dalam pertemuan daring. Malam tanggal 21 adalah malam pertama semua seniman residensi mempresentasikan temuan nya selama melakukan pencarian materi dan referensi tentang identitas masyarakat Karo.

Ruang tersebut diarahkan oleh Agus Susilo sebagai ruang presentasi awal penemuan bentuk observasi
gerak dan musik identitas masyarakat Karo. Esok pagi nya seluruh peserta mendapat pencerahan materi dari pakar ahli Ir. Jonathan Tarigan sebagai ahli Geologi dan Gunung Api yang mengupas persoalan Karo Vulkano Park dan Dr. Julianus Limbeng sebagai ahli Kepercayaan dan Masyarakat Adat Kemendikbud Ristek menguliti Mantra Karo yang “Mengharmoniskan Hulu Hilir Sumatera”.

Dua narasumber ini sangat lugas mengupas adat dan budaya masyarakat Karo, juga sejarah dan potensi alam Karo yang telah dibentuk oleh enam gunung yang diantaranya ada Gunung Sinabung yang baru saja meletus pada tanggal 27 Agustus 2010.

Perjalanan dimulai dari Kota Medan, yaitu menelusuri hiruk pikuk Kota Medan pada pukul 04.30 wib. Dalam rasa ngantuk sembari menikmati dingin nya air conditioner minibus tanpa sadar sebagian dari peserta tiba di pintu gerbang bumi perkemahan Pramuka Sibolangit, selanjutnya peserta terus berjalan menikmati dingin alamiah nya pendakian pertama desa Penetapan. Angin kencang di lembah Penetapan menjadi perkenalan awal peserta residensi untuk menikmati perjalanan menelusuri Kabupaten Karo.

Tibalah seluruh peserta dan tim produksi Teater Rumah Mata Medan di Desa Dokan tempat rumah-rumah adat Karo berdiri tegak menjulang tinggi dengan usianya yang telah mencapai ratusan tahun. Lalu kami bermalam di desa Dokan sambil bersilaturahmi dengan masyarakat Desa Budaya Dokan.

Esok pagi nya kami menyempatkan melakukan workshop bedah karya yang disampaikan oleh S. Metron Masdison (Padang) sebagai penulis naskah dengan moderator Syamsul Fajri(Lombok). Sepanjang workshop bedah naskah Tendi Karo Vulkano yang kemudian dijadikan judul The Last Sira sebagai saripati pencarian garam terakhir oleh orang-orang Karo, peserta semakin tercerahkan, dengan pembahasan dua materi sebelumnya yang telah dibahas oleh bapak Jonathan Tarigan dan Bapak Julianus Limbeng.

Maka pemadatan materi yang diterima oleh seluruh peserta semakin menguatkan materi naskah The Last Sira. Setelah workshop seluruh peserta kembali ke penginapan di Dokan, Dalam memanfaatkan waktu dan menikmati dingin nya desa Dokan sebagai peserta seperti saya mulai dipercayakan menjadi salah satu pemeran utama yaitu Sira, dan Lestari, Sri Sultan Suharto Saragih sebagai penari Landek Karo. Besok hari nya tiga orang peserta residensi mencoba memvisualkan materi di coffee tower di tikungan puncak Tongging sambil menikmati tepian danau Toba.

Keesokan hari nya kami bergerak ke puncak 2000 desa Siosar, tempat relokasi masyarakat kaki Sinabung yang terkena erupsi Gunung Merapi Sinabung. Dingin di Siosar lebih dingin dari tempat sebelumnya yang kami kunjungi, 17° C sangat menusuk tulang, namun kami tetap harus bersilaturahmi kepada masyarakat desa Siosar sembari menghibur mereka dengan sebuah tampilan pertunjukan penggalan berjudul The Last Sira.

The Last Sira sendiri merupakan inti sari dari riset Projek Tendi Karo Vulkano Sinematografi dimana dalam riset selama 20 hari tersebut kami menelusuri perjalanan mengelilingi lembah Karo untuk mempelajari Sosio budaya masyarakat Karo dan mempelajari perjalanan jalur rempah masyarakat dalam mencari Garam ke pesisir timur.

Perjalanan itu kami tutup dengan menghampiri desa Lingga dan lagi-lagi kami menyuguhkan sebuah pertunjukan penggalan dari The Last Sira. Disana Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat kami juga melakukan workshop dan ziarah ke Makam Raja Lingga kerajaan pertama di Karo dan berziarah ke makam makam Tengku Datuk yang berasal dari Aceh.

Setelah melakukan aktivitas riset peradaban Karo. Kami akhir perjalanan kami ke puncak DP Gunung Sibayak tempat pertunjukan utama The Last Sira yang akan di laksanakan pada tanggal 10 Agustus 2024 di desa Semangat Gunung Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo.

Catatan Rasyidin Wig Maroe (Bireuen-Provinsi Aceh )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *